DEVI YUNITA SARI
155040100111021
Pasca Revolusi
Hijau di Pedesaan Jawa Timur
Lambang Triyono
1. Pendahuluan
Perubahan sosial yang terjadi bukanlah pelapisan melainkan
polarisasi sosial karena integrasinya dengan perekonomian nasional.Konsolidasi
penguasaan sawah dan kekuasaan di desa merupakan penyebab utama.
Ada dua pandangan bagaimana pembangunan
pertanian mempengaruhi perubahan sosial di pedesaan jawa, antara lain:
a) menimbulkan polarisasi
sosial, persebaran
teknologi pertanian modern ke daerah pedesaan mampu meningkatkan
jumlah buruh tani tak bertanah
b) tidak
menimbulkan polarisasi, persebaran
teknologi pertanian modern mampu menghasilkan pemerataan ekonomi
2. Teknologi,
Surplus Produksi dan Konsolidasi Kekuasaan
Perubahan-Perubahan yang terjadi disebabkan oleh beberapa factor :
a) semakin
merasuknya proses birokratisasi dan kapitalisasi produksi pertanian ke dalam
masyarakat desa. jalur birokrasi yang efektif ternyata persebaran
teknologi pertanian modern lebih bersifat netral-skala. menciptakan
konsolidasi struktural sehingga lambat laun mempertajam kesenjangan masyarakat
desa.
b) perubahan
masyarakat desa menjadi semakin meluas dan dinamis. banyak ditemui
teknik-teknik produksi baru seperti, mesin perontok dan rice mills pada
pasca panen. Aspek
Perubahan antara lain:
· dalam hal
intesitasnya petani berlahan sempit lebih intensif dalam menggunakan teknologi
dibanding petani berlahan luas.
· Dalam persebaran
teknologi bersifat netral skala tapi hasilnya menunjukkan bahwa ketimpangan
ekonomi tetap saja terjadi. Terbukti dengan terjadinya polarisasi, di
mana distribusi pemilikan dan penguasaan sawah memperlihatkan ketimpangan
ekonomi tetap saja terjadi. Ini terbukti dari kenyataan bahwa struktur
pemilikan dan penguasaan sawah di desa penelitian mengalami proses polarisasi,
di mana distribusi pemilikan dan penguasaan sawah memperlihatkan ketimpangan
yang cukup tajam,
Proses terciptanya surplus dan muncuknya
kekuasaan ekonomi itu telah menciptakan kelas-kelas ekonomi baru dalam
masyarakat, yang pada gilirannya menjalar mempengaruhi kehidupan struktur
sosial politik masyarakat desa,antaralain:
1) konsolidasi
tanah pertanian itu semula bertumpu dari perbedaan penguasaan sawah
yang tak bisa dielakkan di antara anggota masyarakat desa. Sebagai sumber
ekonomi terpenting bagi masyarakat desa.
2) perubahan gaya
hidup, sifat-sifat
masyarakat pra kapitalis umumnya yang seringkali memperlakukan kekayaan sebagai
ekspresi kehormatan sosial.
3) pelapisan
sosial yang baru, menumbuhkan
mobilitas status mendorong kelas ekonomi kaya dan berkecukupan cenderung
menduduki status sosial yang tinggi dan sebaliknya kelas ekonomi miskin
cenderung menduduki tempat yang kurang terhormat atau berstatus rendah (r=
0,5631/ P= 0,000).
dimensi kekuasaan dalam masyarakat dalam menentukan
distribusi surplus ekonomi masyarakat,antaralain:
a) lembaga
birokrasi desa sebagai arena oleh
kelompok-kelompok ekonomi kaya untuk memperjuangkan kepentingan mereka. Pelaksanaan
program pembangunan pertanian
yang bertumpu pada jalur kepemimpinan
formal sangat memungkinkan tumbuh suburnya aliansi
birokrasi dengan kelas ekonomi.
b) konsolidasi
kekuasaan ekonomi dengan berbagai
tekanan untuk mendapatkan tanah tetap ada dan distribusi pemilikan serta
penguasaan tanah tetap timpang walaupun pada dasarnya persebaran teknologi itu
merata atau sama-sama menguntungkan baik petani bertanah luas maupun petani
bertanah sempit.
c) di dalam
birokrasi desa untuk melayani kepentingan mereka secara organisatoris melalui
lembaga birokrasi desa untuk melayani kepentingan mereka sendiri.
3. Berbagai
Pergeseran Pekerjaan
Factor-faktor yang mempengarui terjadinya Pergeseran
Pekerjaan,
antaralain:
a) kebijakan
pemerintah membangun sector non pertanian di pedesaan seperti proyek inpres
desa,bangdes, proyek padat karya, dan berkembangnya kegiatan perdagangan di
pedesaan
b) kondisi-kondisi
sosial ekonomi yang dibawa dari sector pertanian.
c) Perbedaan
penguasaan sumber ekonomi akan menentukan tinggi rendahnya kemampuan
mengendalikan dan menguasai sumber ekonomi dalam pasar, yang selanjutnya
menimbulkan perbedaan penguasaan sumber ekonomi luar pertanian,
d) pengaruh
ekonomi luar pertanian terhadap perekonomian rumah tangga petani.
propagasi
2
|
Bagaimana proses perubahan masyarakat desa terjadi
karena factor pembangunan pertanian (revolusi hijau)? Uraikan secara
sistematis dan jelas.
|
Jawab ;
1) konsolidasi
tanah pertanian itu semula bertumpu dari perbedaan penguasaan sawah
yang tak bisa dielakkan di antara anggota masyarakat desa. Sebagai sumber
ekonomi terpenting bagi masyarakat desa.
2) perubahan gaya
hidup, sifat-sifat
masyarakat pra kapitalis umumnya yang seringkali memperlakukan kekayaan sebagai
ekspresi kehormatan sosial.
3) pelapisan
sosial yang baru, menumbuhkan
mobilitas status mendorong kelas ekonomi kaya dan berkecukupan cenderung
menduduki status sosial yang tinggi dan sebaliknya kelas ekonomi miskin
cenderung menduduki tempat yang kurang terhormat atau berstatus rendah (r=
0,5631/ P= 0,000).(devi
yunita sari/155014100111021)
ANDIK PRASETYO
155040100111022
Pasca Revolusi
Hijau di Pedesaan Jawa Timur
Sejak
pembangunan pertanian mulai digencarkan ke daerah pedesaan pada tahun 1970-an.
Terdapat dua pandangan yang bertolak belakang satu sama lain dalam melihat
bagaimana pembangunan pertanian mempengaruhi perubahan sosial di pedesaan jawa.
Pandangan pertama melihat persebaran teknologi pertanian modern ke daerah
pedesaan selama ini telah meningkatkan jumlah buruh tani tak bertanah sehingga
mendorong terjadinya polarisasi sosial. Sebaliknya, pandangan kedua melihat
persebaran teknologi pertanian modern justru telah menghasilkan pemerataan
ekonomi sehingga tidak menimbulkan polarisasi. Melainkan justru memperbanyak
subkelas petani dan mendorong pelipatgandaan lapisan petani dalam struktur
berspektrum kontinum atau stratifikasi.
Teknologi, Surplus Produksi dan
Konsolidasi Kekuasaan
Suatu Penelitian yang dilakukan
di desa Bajang, sebuah desa pedalaman Jawa terletak di wilayah Kabupaten
Ponorogo, Propinsi Jawa Timur. Pengawasan dan kendali dari pimpinan formal desa yang
menaungi kelembagaan birokrasi selama ini menjadi wadah untuk menyalurkan
program-program pembangunan pertanian. Namun kelembagaan birokrasi itu lambat laun akan
menciptakan konsolidasi struktural sehingga lambat laun mempertajam
kesenjangan masyarakat desa.
Penelitian ini
menemukan kenyataan bahwa di atas jalur birokrasi yang efektif ternyata
persebaran teknologi pertanian modern lebih bersifat netral-skala. Berbagai
jenis teknologi dapat diterima dan dipergunakan secara merata oleh petani dari
berbagai kategori luas usaha tani. kendati demikian persebaran
teknologi bersifat netral skala tapi hasilnya menunjukkan bahwa ketimpangan
ekonomi tetap saja terjadi. Ini terbukti dari kenyataan bahwa struktur
pemilikan dan penguasaan sawah di desa penelitian mengalami polarisasi, di mana
distribusi pemilikan dan penguasaan sawah memperlihatkan ketimpangan ekonomi
tetap saja terjadi.
Teknologi
pertanian modern merupakan jenis teknologi yang sangat efisien dan produktif.
Persebaran yang berarti dari teknologi semacam ini akan mendorong kemajuan
ekonomi dan menciptakan surplus ekonomi yang selanjutnya menumbuhkan kekuasaan
ekonomi baru yang mempengaruhi perubahan struktur masyarakat desa yang
terjadi di desa penelitian ini bukanlah perkecualian. Terciptanya surplus dan
muncuknya kekuasaan ekonomi itu telah menciptakan kelas-kelas ekonomi baru
dalam masyarakat, yang pada gilirannya menjalar mempengaruhi kehidupan struktur
sosial politik masyarakat desa. Ini terbukti dari kenyataan terjadinya proses
konsolidasi kekuasaan ekonomi yang kurang lebih mengikuti urutan proses
kejadian berikut. Pertama-tama konsolidasi tanah pertanian itu
semula bertumpu dari perbedaan penguasaan sawah yang tak bisa dielakkan di
antara anggota masyarakat desa
Selanjutnya peningkatan pendapatan
ekonomi ini mempengaruhi berbagai kawasan atau dimensi kehidupan sosial. Maka perilaku
demikian akan membawa perubahan gaya hidup dan menumbuhkan
mobilitas status yang kemudian menjadi dasar bagi terbentuknya pelapisan
sosial yang baru. Di samping
mengembangkan gaya hidup gengsi dan kehormatan sosial, peningkatan pendapatan
ekonomi dapat pula menjadi sarana efektif untuk memperoleh kekuasaan pembagian
uang dan kesejahteraan sangat menentukan jadi tidaknya seseorang menjadi orang berpangkat.
Kekuasaan dalam
masyarakat akhirnya memegang peranan penting dalam menentukan distribusi
surplus ekonomi masyarakat. Di atas
konsolidasi kekuasaan ekonomi bini kita saksikan berbagai tekanan untuk
mendapatkan tanah tetap ada dan distribusi pemilikan serta penguasaan tanah
tetap timpang walaupun pada dasarnya persebaran teknologi itu merata atau
sama-sama menguntungkan baik petani bertanah luas maupun petani bertanah
sempit.
Berbagai Pergeseran Pekerjaan
Perkembangan
sumber ekonomi luar
pertanian dapat menjadi tumpuan atau katub penyelamat bagi kelompok petani
miskin yang telah tergeser dari pertanian sehingga bisa mencegah terjadinya
polarisasi sosial. bagaimanapun
pergeseran pekerjaan ke luar pertanian itu sangatlah ditentukan oleh
kondisi-kondisi sosial ekonomi yang dibawa dari sector pertanian. Pembanguna
pertanian selama ini telah menempatkan kekuasaan ekonomi anggota masyarakat
dalam ketimpangan yang cukup berarti. Hal itu akan menimbulkan pola pergeseran
pekerjaan yang berbeda di antara berbagai kelas. Perbedaan itu terutama
bersumber dari arti pentingnya penguasaan seseorang atas kekuasaan ekonomi
dalam masyarakat. Perbedaan penguasaan sumber ekonomi akan menentukan tinggi
rendahnya kemampuan mengendalikan dan menguasai sumber ekonomi dalam pasar,
yang selanjutnya menimbulkan perbedaan penguasaan sumber ekonomi luar pertanian. (ANDIK PRASETYO)
FITRIYAH
155040100111023
Pasca Revolusi
Hijau di Pedesaan Jawa Timur
Sejak
pembangunan pertanian pada tahun 1970-an, ada dua pandangan yang bertolak
belakang dalam melihat pembangunan pertanian yang mempengaruhi
perubahan sosial di pedesaan jawa. Pandangan pertama, persebaran
teknologi pertanian modern ke daerah pedesaan selama ini meningkatkan jumlah
buruh tani tak bertanah sehingga mendorong terjadinya polarisasi sosial. Pandangan kedua, persebaran
teknologi pertanian modern justru telah menghasilkan pemerataan ekonomi
sehingga tidak menimbulkan polarisasi. Melainkan justru memperbanyak subkelas
petani dan mendorong pelipatgandaan lapisan petani dalam struktur berspektrum
kontinum atau stratifikasi.
Teknologi, Surplus Produksi dan
Konsolidasi Kekuasaan
Saat masa pasca
revolusi hijau, desa di daerah Jawa mengalami perubahan yang disebabkan
oleh proses birokratisasi dan kapitalisasi produksi pertanian ke dalam
masyarakat. Program-program
pembangunan pertanian disalurkan melalui kelembagaan birokrasi desa di
bawah pengawasan pemimpin formal desa, dan mengakibatkan kesenjangan masyarakat desa.
Penelitian ini
dilakukan di desa Bajang, di wilayah Kabupaten Ponorogo, Propinsi Jawa Timur. Desa ini termasuk “kejawen”
atau “desa asli”,cirinya sebagai desa
agraris dengan kepadatan penduduk yang sangat tinggi.
Desa ini memasuki pasca
revolusi hijau karena
menurut keterangan kepala desa, sejak tahun 1960-an sudah diperkenalkan
program padi sentra dan program Bimas seperti bibit unggul, pupuk kimia dan
pestisida yang semakin
tersebar luas setelah program Inmas, insus, dan supra insus yang berjalan
hingga sekarang. Dampak
positifnya desa ini sudah banyak ditemui teknik-teknik produksi baru
seperti, mesin perontok dan rice mills pada pasca panen. Penelitian ini menemukan
kenyataan yang
berbeda dengan pandangan, yaitu jalur birokrasi pada persebaran
teknologi pertanian modern lebih bersifat netral-skala. Tetapi bukan berarti
terjadi pemerataan ekonomi,
sebab pada penelitian ditemukan ketimpangan ekonomi. Ini terbukti pada struktur
pemilikan dan penguasaan sawah mengalami polarisasi.
Persebaran dari
teknologi akan mendorong kemajuan ekonomi dan menciptakan menciptakan
kelas-kelas ekonomi baru dalam masyarakat sehingga akan mempengaruhi
kehidupan struktur sosial politik masyarakat desa. Terbukti dari terjadinya
proses konsolidasi kekuasaan ekonomi yang mengikuti urutan proses kejadian
berikut.
Pertama-tama konsolidasi tanah pertanian bertumpu dari
perbedaan penguasaan sawah yang berpengaruh
pada perbedaan pendapatan ekonomi rumahtangga. Petani yang menguasai sawah yang
luas cenderung memperoleh hasil produksi yang besar dan sebaliknya. Selanjutnya menciptakan
surplus ekonomi, sehingga
mengembangkan perilaku konsumtif
masyarakat. Sesuai
dengan sifat-sifat masyarakat pra kapitalis yang memperlakukan
kekayaan sebagai ekspresi kehormatan sosial dengan demikian akan membawa perubahan
gaya hidup dan menumbuhkan pelapisan sosial yang baru. Ini menyebabkan kelas
ekonomi kaya dan berkecukupan cenderung menduduki status sosial yang tinggi dan
sebaliknya. Selain
itu peningkatan pendapatan ekonomi menjadi sarana efektif untuk
memperoleh kekuasaan dalam
menduduki lembaga di birokrasi
desa. Dengan begitu menunjukkan
bahwa masyarakat desa ternyata berwatak kapitalis. Jadi pelaksanaan
program pembangunan pertanian
yang pada
jalur kepemimpinan formal sangat memungkinkan
tumbuh suburnya aliansi birokrasi dengan kelas ekonomi. Di atas terlihat konsolidasi
kekuasaan ekonomi untuk mendapatkan tanah tetap ada dan distribusi pemilikan
serta penguasaan tanah tetap timpang.
Berbagai Pergeseran Pekerjaan
Masih ada faktor lain yaitu pengaruh
ekonomi luar pertanian terhadap perekonomian rumah tangga petani sebab perkembangan
sumber keonomi luar pertanian dapat menjadi penyelamat bagi kelompok petani
miskin yang telah tergeser dari pertanian sehingga bisa mencegah terjadinya
polarisasi sosial. Tetapi perlu diperhatikan, pergeseran
pekerjaan ke luar pertanian itu ditentukan oleh kondisi-kondisi sosial ekonomi
yang dibawa dari sector pertanian. Perbedaan penguasaan sumber ekonomi akan
menentukan tinggi rendahnya kemampuan mengendalikan dan menguasai sumber
ekonomi dalam pasar, yang selanjutnya menimbulkan perbedaan penguasaan sumber
ekonomi luar pertanian.
NUR AZIZAH DYAHSARI 155040100111024
Pasca Revolusi
Hijau di Pedesaan Jawa Timur
1. Pendahuluan
Sejak pembangunan pertanian tahun 1970 mulai di gencarkan,
terdapat dua pandangan yang bertolak belakang satu sama lain dalam hal
bagaimana pembangunan pertanian mempengaruhi perubahan social di pedesaan jawa.
Pandangan pertama yaitu melihat perebaran teknologi pertanian modern ke daerah
pedesaan selama ini telah meningkatkan jumlah buruh tani tak bertanah sehingga
mendorong terjadinya polarisasi sosial. Sebaliknya, pandangan kedua melihat
persebaran teknologi pertanian modern justru telah menghasilkan pemerataan
ekonomi sehingga tidak menimbulkan polarisasi. Melainkan justru memperbanyak
subkelas petani dan mendorong pelipatgandaan lapisan petani dalam struktur
berspektrum kontinum atau stratifikasi.
Teknologi, Surplus Produksi dan
Konsolidasi Kekuasaan
Masa pasca revolusi hijau, desa-desa
di Jawa umumnya telah mengalami perubahan yang disebabkan oleh semakin
merasuknya proses birokratisasi dan kapitalisasi produksi pertanian ke dalam
masyarakat desa dan yang di bawah pengawasan dan kendali langsung dari pemimpin
formal desa. Sebagai akibatnya, tidak bisa dihindari kemajuan ekonomi yang
ditimbulkannya telah menciptakan konsolidasi struktural sehingga lambat
laun mempertajam kesenjangan masyarakat desa.
Adanya hal tersebut maka dilakukan
Penelitian ini dilakukan di desa Bajang, sebuah desa pedalaman Jawa terletak di
wilayah Kabupaten Ponorogo, Propinsi Jawa Timur. Menurut Geertz, desa ini masuk
dalam kawasan “kejawen” atau “desa asli” yang punya ciri sebagai desa agraris
dengan kepadatan penduduk yang sangat tinggi.
Desa ini boleh dikatakan telah
memasuki pasca revolusi hijau. Menurut keterangan kepala desa, sejak tahun
1960-an bibit unggul, pupuk kimia dan pestisida sudah diperkenalkan
kepada penduduk. Berkat teknologi modern tersebut sekarang di desa ini sudah
banyak ditemui teknik-teknik produksi baru seperti, mesin perontok dan rice
mills pada pasca panen.
Penelitian ini menemukan kenyataan
lain bahwa di atas jalur birokrasi yang efektif ternyata persebaran teknologi
pertanian modern lebih bersifat netral-skala. Berbagai jenis teknologi dapat
diterima dan dipergunakan secara merata oleh petani dari berbagai kategori luas
usaha tani. Bahkan dalam hal intesitasnya petani berlahan sempit lebih intensif
dalam menggunakan teknologi dibanding petani berlahan luas.
Rata-rata Penggunaan Pupuk modern dan pestisida menurut
golongan luas penguasaan sawah. Rumah tangga sampel di desa Bajang. 1988
Golongan
Luas (hektar)
|
Penggunaan
pupuk rata-rata per hektar
|
Penggunaan
pestisida rata-rata per hektar
|
|
Urea
(kg)
|
TSP
(kg)
|
(liter)
|
|
<0,2
0,20-
0,50
>0,50
|
328,8
367,3
348,5
|
144,6
190,2
149,1
|
2,24
2,60
1,95
|
Penelitian ini menemukan bahwa
meskipun persebaran teknologi bersifat netral skala tapi hasilnya menunjukkan
bahwa ketimpangan ekonomi tetap saja terjadi. Terbukti dari kenyataan bahwa
struktur pemilikan dan penguasaan sawah di desa penelitian mengalami polarisasi,
di mana distribusi pemilikan dan penguasaan sawah memperlihatkan ketimpangan
ekonomi.
Golongan
Luas
|
Pemilikan
|
Penguasaan
|
||
Rumah
tangga
|
Sawah
|
Rumah
tangga
|
Sawah
|
|
0,00
0,01
– 0,20
0,21
– 0,50
0,51
– 1,00
>1,00
|
44,44
19,19
15,15
11,11
10,10
|
0
6,07
9,86
21,29
62,86
|
20,20
30,30
26,26
17,17
6,06
|
0
7,05
20,54
34,67
37,73
|
Presentase distribusi pemilikan dan
penguasaan sawah rumahtangga sampel desa bajang. 1988.
Sumber : data primer
Catatan : Indeks gini pemilikan sawah 0,759
Indeks gini penguasaan sawah 0,672
Hal ini bisa dijelaskan sebagai
konsekuensi logis dari menigkatnya surplus produksi dan terjadinya
penyesuaian-penyesuaian struktural sebagai akibat dari perluasan pemakaian
teknologi pertanian modern.
Terciptanya surplus dan muncuknya
kekuasaan ekonomi itu telah menciptakan kelas-kelas ekonomi baru dalam
masyarakat, yang pada gilirannya menjalar mempengaruhi kehidupan struktur
sosial politik masyarakat desa. Ini terbukti dari kenyataan terjadinya proses
konsolidasi kekuasaan ekonomi yang kurang lebih mengikuti urutan proses
kejadian berikut.
Pertama-tama konsolidasi
tanah pertanian itu semula bertumpu dari perbedaan penguasaan sawah
yang tak bisa dielakkan di antara anggota masyarakat desa. Petani yang
menguasai sawah yang luas cenderung memperoleh hasil produksi yang besar.
Sementara petani yang menguasai sawah sempit memperoleh hasil ekonomi yang
relative sedikit (r= 0,7132/P = 0,000). Selanjutnya peningkatan pendapatan ekonomi
ini mempengaruhi berbagai kawasan atau dimensi kehidupan sosial.
Penelitian ini menemukan bahwa sarana ekonomi seseorang
dapat digunakan untuk memperoleh kesempatan duduk dalam lembaga birokrasi desa.
Dalam hal pemilihan kepala desa menunjukkan nahwa sistem pembagian uang dan
kesejahteraan sangat menentukan jadi tidaknya seseorang menjadi kepala desa.
Ada semacam persyaratan tak tertulis bahwa sang kepala desa yang sekarang
terpilih sangat dimungkinkan karena mampu
bersikap royal dengan membagi
uang dan kesejahteraan, sehingga mempunyai peluang yang besar
untuk dipilih. Penerimaan anggota masyarakat terhadap aturan main demikian
menunjukkan bahwa masyarakat desa ternyata berwatak kapitalis. Sementara kelas
ekonomi rendah cenderung memiliki jabatan yang rendah atau tidak menjabat sama
sekali. Disini lembaga birokrasi desa telah dijadikan arena oleh
kelompok-kelompok ekonomi kaya untuk memperjuangkan kepentingan mereka.
Pelaksanaan program pembangunan
pertanian yang bertumpu pada jalur
kepemimpinan formal sangat memungkinkan tumbuh
suburnya aliansi birokrasi dengan kelas ekonomi.
Berbagai Pergeseran Pekerjaan
Untuk mengetahui perubahan
masyarakat desa Jawa sekarang apakah menuju ke polarisasi harus hati-hati sebab
masih ada faktor lain yang belum diperhitungkan yaaitu pengaruh ekonomi luar
pertanian terhadap perekonomian rumah tangga petani. Ini penting karena perkembangan
sumber keonomi luar pertanian dapat menjadi tumpuan atau katub penyelamat bagi
kelompok petani miskin yang telah tergeser dari pertanian sehingga bisa
mencegah terjadinya polarisasi sosial.
Tetapi penting untuk diperhatikan,
bagaimanapun pergeseran pekerjaan ke luar pertanian itu sangatlah ditentukan
oleh kondisi-kondisi sosial ekonomi yang dibawa dari sector pertanian.
LAILATUL QOMARIYA 155040100111025
“Pasca Revolusi Hijau di Pedesaan Jawa Timur
Lambang Triyono”
Sejak pasca revolusi hijau,
desa-desa di daerah Jawa mulai mengalami perubahan yang mendalam yang
diakibatkan oleh semakin merasuknya proses birokratisasi dan kapitalisasi
produksi pertanian ke dalam masyarakat desa. Seperti halnya di desa Bajang,
sebuah desa pedalaman Jawa terletak di wilayah Kabupaten Ponorogo, Propinsi
Jawa Timur. Sejak tahun 1960-an di desa ini bibit unggul, pupuk kimia dan
pestisida sudah diperkenalkan kepada penduduk. Ketiga jenis teknologi
tersebut semakin tersebar luas setelah dilaksanakannya program Inmas, insus,
dan supra insus yang berjalan hingga sekarang. Berkat teknologi
modern tersebut sekarang di desa ini sudah banyak ditemui teknik-teknik
produksi baru seperti, mesin perontok dan rice mills pada pasca panen. Secara
akumulatif, semua itu telah memperbesar skala perubahan masyarakat desa menjadi
semakin meluas dan dinamis.
Persebaran teknologi pertanian
modern yang terdapat di Desa Bajang lebih bersifat netral-skala. Berbagai
jenis teknologi dapat diterima dan dipergunakan secara merata oleh petani dari
berbagai kategori luas usaha tani. Meskipun demikian, struktur pemilikan dan
penguasaan sawah di desa ini mengalami polarisasi, di mana distribusi pemilikan
dan penguasaan sawah memperlihatkan ketimpangan ekonomi yang masih tetap
saja terjadi.
Petani pemilik sawah yang luas
cenderung memperoleh hasil produksi yang berlimpah. Sementara petani yang
menguasai sawah sempit memperoleh hasil ekonomi yang relative sedikit.
Selanjutnya peningkatan pendapatan ekonomi ini akan membawa perubahan
gaya hidup kehormatan sosial.3 Maka perilaku demikian akan membawa perubahan
gaya hidup dan menumbuhkan mobilitas status yang kemudian menjadi dasar
bagi terbentuknya pelapisan sosial yang baru. Akibatnya orang-orang yang berada
pada kelas ekonomi kaya dan berkecukupan cenderung menduduki status social yang
tinggi dan sebaliknya orang-orang pada kelas ekonomi miskin cenderung
menduduki tempat yang kurang terhormat atau berstatus rendah.
Faktanya sarana ekonomi seseorang
juga dapat digunakan untuk memperoleh kesempatan duduk dalam lembaga birokrasi
desa. Seperti dalam hal pemilihan kepala desa menunjukkan nahwa sistem
pembagian uang dan kesejahteraan sangat menentukan jadi tidaknya seseorang
menjadi kepala desa. Sampai disini kita menyaksikan dimensi kekuasaan dalam
masyarakat akhirnya memegangperanan penting dalam menentukan distribusi surplus
ekonomi masyarakat.
Dari uraian diatas kita tidak bias
langsung meenyatakan bahwa perubahan masyarakat desa Jawa sekarang menuju ke
polarisasi. Karena ada factor lain yang harus diperhitungkan yaitu pengaruh
ekonomi luar pertanian terhadap perekonomian rumah tangga petani. Ini penting
karena perkembangan sumber keonomi luar pertanian dapat menjadi tumpuan
atau katub penyelamat bagi kelompok petani miskin yang telah tergeser dari
pertanian sehingga bisa mencegah terjadinya polarisasi sosial.
Tetapi penting untuk diperhatikan,
bagaimanapun pergeseran pekerjaan ke luar pertanian itu sangatlah ditentukan
oleh kondisi-kondisi sosial ekonomi yang dibawa dari sector pertanian.
Kondisi-kondisi social ekonomi tersebut terutama bersumber dari arti
pentingnya penguasaan seseorang atas kekuasaan ekonomi dalam masyarakat.
Perbedaan penguasaan sumber ekonomi akan menentukan tinggi rendahnya
kemampuan mengendalikan dan menguasai sumber ekonomi dalam pasar, yang
selanjutnya menimbulkan perbedaan penguasaan sumber ekonomi luar
pertanian,
MAULINA PRAMESTI 155040101111001
Pasca Revolusi
Hijau di Pedesaan Jawa Timur
Sejak
pembangunan pertanian mulai digencarkan ke daerah pedesaan pada tahun 1970-an.
Terdapat dua pandangan yang bertolak belakang satu sama lain dalam melihat
bagaimana pembangunan pertanian mempengaruhi perubahan sosial di pedesaan jawa.
Pandangan pertama melihat persebaran teknologi pertanian modern ke daerah
pedesaan selama ini telah meningkatkan jumlah buruh tani tak bertanah sehingga
mendorong terjadinya polarisasi sosial. Sebaliknya, pandangan kedua melihat
persebaran teknologi pertanian modern justru telah menghasilkan pemerataan
ekonomi sehingga tidak menimbulkan polarisasi. Melainkan justru memperbanyak
subkelas petani dan mendorong pelipatgandaan lapisan petani dalam struktur
berspektrum kontinum atau stratifikasi.
Teknologi, Surplus Produksi dan
Konsolidasi Kekuasaan
Pada masa pasca revolusi hijau
dilakukan Penelitian di desa Bajang, sebuah desa pedalaman Jawa
terletak di wilayah Kabupaten Ponorogo, Propinsi Jawa Timur. Tepatnya, desa ini
terletak di 14 kilometer sebelah Selatan kota Ponorogo. Apabila diletakkan
dalam pembagian wilayah menurut Geertz, desa ini masuk dalam kawasan “kejawen”
atau “desa asli” yang punya ciri sebagai desa agraris dengan kepadatan penduduk
yang sangat tinggi.
Dilihat dari
kemajuan pertaniannya, desa ini boleh dikatakan telah memasuki pasca revolusi
hijau. Menurut keterangan kepala desa, sejak tahun 1960-an (lewat sudah
diperkenalkan program padi sentra dan program Bimas) bibit unggul, pupuk kimia
dan pestisida sudah diperkenalkan kepada penduduk. Ketiga jenis teknologi
tersebut semakin tersebar luas setelah dilaksanakannya program Inmas, insus,
dan supra insus yang berjalan hingga sekarang. Berkat teknologi modern tersebut
sekarang di desa ini sudah banyak ditemui teknik-teknik produksi baru seperti,
mesin perontok dan rice mills pada pasca panen. Secara
akumulatif, semua itu telah memperbesar skala perubahan masyarakat desa menjadi
semakin meluas dan dinamis.
Berbeda dengan
kedua pandangan di muka, penelitian ini menemukan kenyataan bahwa di atas jalur
birokrasi yang efektif ternyata persebaran teknologi pertanian modern lebih
bersifat netral-skala. Berbagai jenis teknologi dapat diterima dan dipergunakan
secara merata oleh petani dari berbagai kategori luas usaha tani. Bahkan dalam
hal intesitasnya petani berlahan sempit lebih intensif dalam menggunakan
teknologi dibanding petani berlahan luas.
Meskipun
demikian, bukan berarti terjadi pemerataan ekonomi. Penelitian ini menemukan,
bahwa kendati persebaran teknologi bersifat netral skala tapi hasilnya
menunjukkan bahwa ketimpangan ekonomi tetap saja terjadi. Ini terbukti dari
kenyataan bahwa struktur pemilikan dan penguasaan sawah di desa penelitian
mengalami polarisasi, di mana distribusi pemilikan dan penguasaan sawah
memperlihatkan ketimpangan ekonomi tetap saja terjadi.
Teknologi
pertanian modern merupakan jenis teknologi yang sangat efisien dan produktif.
Persebaran yang berarti dari teknologi semacam ini akan mendorong kemajuan
ekonomi dan menciptakan surplus ekonomi yang selanjutnya menumbuhkan kekuasaan
ekonomi baru yang mempengaruhi perubahan struktur masyarakat desa yang
terjadi di desa penelitian ini bukanlah perkecualian. Terciptanya surplus dan muncuknya
kekuasaan ekonomi itu telah menciptakan kelas-kelas ekonomi baru dalam
masyarakat, yang pada gilirannya menjalar mempengaruhi kehidupan struktur
sosial politik masyarakat desa.
Pertama-tama
konsolidasi tanah pertanian itu semula bertumpu dari perbedaan penguasaan sawah
yang tak bisa dielakkan di antara anggota masyarakat desa. Petani yang
menguasai sawah yang luas cenderung memperoleh hasil produksi yang besar.
Sementara petani yang menguasai sawah sempit memperoleh hasil ekonomi yang
relative sedikit. Selanjutnya
peningkatan pendapatan ekonomi ini mempengaruhi berbagai kawasan atau dimensi
kehidupan sosial. Meningkatnya pendapatan sebagai akibat kemajuan teknologi
yang dinamis kemudian menciptakan surplus ekonomi sehingga mengembangkan
perilaku ekonomi masyarakat untuk mengkonsumsi benda-benda materi di luar
kebutuhan konsumsi pokok. Maka perilaku
demikian akan membawa perubahan gaya hidup dan menumbuhkan mobilitas
status yang kemudian menjadi dasar bagi terbentuknya pelapisan sosial yang baru.
Hal ini mendorong kelas ekonomi kaya dan berkecukupan cenderung menduduki
status sosial yang tinggi dan sebaliknya kelas ekonomi miskin cenderung
menduduki tempat yang kurang terhormat atau berstatus rendah. Di
samping mengembangkan gaya hidup gengsi dan kehormatan sosial, peningkatan
pendapatan ekonomi dapat pula menjadi sarana efektif untuk memperoleh
kekuasaan.
Penelitian ini
menemukan bahwa sarana ekonomi seseorang dapat digunakan untuk memperoleh
kesempatan duduk dalam lembaga birokrasi desa. Dalam hal pemilihan kepala desa
menunjukkan nahwa sistem pembagian uang dan kesejahteraan sangat menentukan
jadi tidaknya seseorang menjadi kepala desa. Ada semacam persyaratan tak
tertulis bahwa sang kepala desa yang sekarang terpilih sangat
dimungkinkan karena mampu
bersikap royal dengan
membagi uang dan kesejahteraan, sehingga
mempunyai peluang yang besar untuk dipilih. Sampai disini kita menyaksikan
dimensi kekuasaan dalam masyarakat akhirnya memegang peranan penting dalam
menentukan distribusi surplus ekonomi masyarakat. Di atas konsolidasi kekuasaan
ekonomi bini kita saksikan berbagai tekanan untuk mendapatkan tanah tetap ada
dan distribusi pemilikan serta penguasaan tanah tetap timpang walaupun pada
dasarnya persebaran teknologi itu merata atau sama-sama menguntungkan baik
petani bertanah luas maupun petani bertanah sempit.
Berbagai Pergeseran Pekerjaan
Pergeseran
pekerjaan ke luar pertanian itu sangatlah ditentukan oleh kondisi-kondisi
sosial ekonomi yang dibawa dari sector pertanian. Pembanguna
pertanian selama ini telah menempatkan kekuasaan ekonomi anggota masyarakat
dalam ketimpangan yang cukup berarti. Berpijak dari kondisi demikian maka
sangat dimungkinkan hal itu akan menimbulkan pola pergeseran pekerjaan yang
berbeda di antara berbagai kelas. Perbedaan itu terutama bersumber dari arti
pentingnya penguasaan seseorang atas kekuasaan ekonomi dalam masyarakat.
Perbedaan penguasaan sumber ekonomi akan menentukan tinggi rendahnya kemampuan
mengendalikan dan menguasai sumber ekonomi dalam pasar, yang selanjutnya
menimbulkan perbedaan penguasaan sumber ekonomi luar pertanian.
TUGAS PROPAGASI
1.Dimensi apa saja (cultural, structural, interaksional)
yang mengalami perubahan karena pembangunan pertanian (revolusi
hijau)?.Jelaskan!
Jawab
A. Dimensi struktural mengacu kepada perubahan-perubahan
dalam bentuk struktural masyarakat, menyangkut perubahan dalam peranan,
munculnya peranan baru, perubahan dalam struktural kelas sosial dan perubahan
lembaga sosial. Perubahan tersebut meliputi:
1. Bertambah dan berkurangnya kadar
peranan.
2. Menyangkut aspek perilaku dan
kekuasaan.
3. Adanya peningkatan atau penurunan sejumlah peranan atau
pengkategorian peranan.
4. Terjadinya pergeseran dari wadah
atau kategori peranan.
5. Terjadinya modifikasi saluran komunikasi di antara
peranan-peranan atau kategori peranan.
6.
Terjadinya perubahan dari sejumlah tipe dan daya guna fungsi sebagai
akibat dari struktur.
B. Dimensi kultural
mengacu kepada perubahan kebudayaan dalam masyarakat, seperti adanya penemuan (discovery)
dalam berpikir (ilmu pengetahuan), pembaruan hasil (invention)
teknologi, kontak dengan kebudayaan lain yang menyebabkan terjadinya difusi dan
peminjaman kebudayaan. Kesemuaannya itu meningkatkan adanya integrasi
unsur-unsur baru kedalam kebudayaan.. Perubahan ini meliputi: inovasi
kebudayaan, difusi dan integrasi.
C.Dimensi interaksional
Dimensi interaksional mengacu pada adanya perubahan hubungan sosial
dalam masyarakat meliputi: Perubahan dalam frekuensi, Perubahan dalam jarak
social, Perubahan perantara, Perubahan dari aturan atau pola-pola,
dan Perubahan dalam bentuk interaksi. (Lailatul Qomaria)
2
|
Bagaimana proses perubahan masyarakat desa terjadi
karena factor pembangunan pertanian (revolusi hijau)? Uraikan secara
sistematis dan jelas.
|
Jawab ;
1) konsolidasi
tanah pertanian itu semula bertumpu dari perbedaan penguasaan sawah
yang tak bisa dielakkan di antara anggota masyarakat desa. Sebagai sumber
ekonomi terpenting bagi masyarakat desa.
2) perubahan gaya
hidup, sifat-sifat
masyarakat pra kapitalis umumnya yang seringkali memperlakukan kekayaan sebagai
ekspresi kehormatan sosial.
3) pelapisan
sosial yang baru, menumbuhkan
mobilitas status mendorong kelas ekonomi kaya dan berkecukupan cenderung
menduduki status sosial yang tinggi dan sebaliknya kelas ekonomi miskin
cenderung menduduki tempat yang kurang terhormat atau berstatus rendah (r=
0,5631/ P= 0,000).(devi
yunita sari/155014100111021)
3
|
Bagaimana
arah perubahan social yang terjadi akibat pembangunan pertanian (revolusi
hijau) tersebut? Uraikan secara sistematis dan jelas.
|
Pada masa pasca revolusi hijau
teknologi sudah berkembang sehingga sudah banyak ditemui teknik-teknik produksi
baru. Ini menyebabkan terjadinya ketimpangan ekonomi sehingga memunculkan
kekuasaan ekonomi yang menciptakan kelas-kelas ekonomi baru dalam masyarakat.
Ini terbukti dari kenyataan terjadinya proses konsolidasi kekuasaan ekonomi
yang kurang lebih mengikuti urutan proses kejadian berikut:
Pertama-tama terjadi konsolidasi tanah pertanian yang
berpengaruh pada perbedaan pendapatan ekonomi rumahtangga. Petani yang
menguasai sawah yang luas cenderung memperoleh hasil produksi yang besar dan
sebaliknya, sehingga mengembangkan perilaku konsumtif masyarakat. Sesuai dengan
sifat-sifat masyarakat pra kapitalis yang memperlakukan kekayaan sebagai
ekspresi kehormatan sosial dengan demikian akan membawa perubahan gaya
hidup dan menumbuhkan pelapisan sosial yang baru. Selain
itu peningkatan pendapatan ekonomi menjadi sarana efektif untuk memperoleh
kekuasaan dalam menduduki lembaga di birokrasi desa. (FITRIYAH 155040100111023)
4. Sebutkan dan jelaskan dampak positif dan negative
dari pembangunan pertanian (revolusi hijau) tersebut.
jawaban
:
Dampak
negatif :
a.
Pengaruh ekonomi uang di dalam berbagai hubungan sosial di daerah pedesaan
makin kuat.
b.
Ketergantungan pada pupuk kimia dan cat kimia pembasmi hama juga berdampak pada
tingginya biaya produksi yang harus ditanggung petani.
c
. Sistem bagi hasil mengalami perubahan. Sistem panen secara bersama-sama pada
masa sebelumnya mulai digeser oleh sistem upah. Pembeli memborong seluruh hasil
dan biasanya menggunakan sedikit tenaga kerja. Akibatnya kesempatan kerja di
pedesaan menjadi berkurang.
d.Peningkatan
produksi pangan tidak diikuti oleh pendapatan petani secara keseluruhan karena
penggunaan teknologi modern hanya dirasakan oleh petani kaya.
e.
Munculnya kesenjangan sosial antara petani kaya dan miskin akibat perbedaan
ekonomi.
f.
Sistem kekerabatan pada masing-masing lapisan masyarakat mulai memudar.
g.
Masyarakat memiliki budaya industri yang berupa budaya konsumtif.
h.
Munculnya kesengajaan ekonomi yang nampak dari adanya kemiskinan, kemelaratan,
tingkat kriminalitas yang tinggi, dan kenakalan remaja.
Dampak
positif
1.
Menyebabkan munculnya tanaman jenis unggul berumur pendek, sehingga intensitas
penanaman pertahun menjadi bertambah dari satu kali menjadi dua kali atau lima
kali per dua tahun. Akibatnya, tenaga kerja yang dibutuhkan lebih banyak.
2.
Dapat meningkatkan pendapatan petani. Dengan paket teknologi, biaya produksi
memang bertambah. Namun, tingkat produksi yang dihasilkan akan memberikan sisa
keuantungan jauh lebih besar daripada keuntungan dalam usaha pertanian
tradisional.
3.
Dapat merangsang kesadaran petani dan masyarakat pada umumnya akan pentingnya
teknologi.
4.
Merangsang dinamika ekonomi masyarakat, arena dengan hasil yang melimpah akan
melahirkan pertumbuhan ekonomi yang meningkat pula di masyarakat.
5.
Lapangan pekerjaan, khususnya pertanian lebih terbuka.
6.
Lahan pertanian menjadi luas.
7.
Pendapatan para petani mengalami peningkatan, tercapainya efisiensi, dan
efektivitas dalam pengelolaan pertanian.
8.
Peningkatan kualitas hasil pertanian.
9.
Peningkatan kualitas hasil produksi dan penjualan hasil pertanian.
(Nur Azizah D. 155040100111024)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar