Senin, 16 November 2015

Modul 9 Pasca Revolusi Hijau di Pedesaan Jawa Timur

DEVI YUNITA SARI          155040100111021
Pasca Revolusi Hijau di Pedesaan  Jawa Timur
Lambang Triyono

1. Pendahuluan
Perubahan sosial yang terjadi bukanlah pelapisan melainkan polarisasi sosial karena integrasinya dengan perekonomian nasional.Konsolidasi penguasaan sawah dan kekuasaan di desa merupakan penyebab utama.
Ada dua pandangan bagaimana pembangunan pertanian mempengaruhi perubahan sosial di pedesaan jawa, antara lain:
a)      menimbulkan polarisasi sosialpersebaran teknologi pertanian modern ke daerah pedesaan mampu meningkatkan jumlah buruh tani tak bertanah
b)      tidak menimbulkan polarisasipersebaran teknologi pertanian modern mampu  menghasilkan pemerataan ekonomi

2.       Teknologi, Surplus Produksi dan Konsolidasi Kekuasaan
Perubahan-Perubahan yang terjadi disebabkan oleh beberapa factor :
a)      semakin merasuknya proses birokratisasi dan kapitalisasi produksi pertanian ke dalam masyarakat desa. jalur birokrasi yang efektif ternyata persebaran teknologi pertanian modern lebih bersifat netral-skala. menciptakan konsolidasi struktural sehingga lambat laun mempertajam kesenjangan masyarakat desa.
b)      perubahan masyarakat desa menjadi semakin meluas dan dinamis. banyak ditemui teknik-teknik produksi baru seperti, mesin perontok dan rice mills pada pasca panen. Aspek Perubahan antara lain:
·         dalam hal intesitasnya petani berlahan sempit lebih intensif dalam menggunakan teknologi dibanding petani berlahan luas.
·         Dalam persebaran teknologi bersifat netral skala tapi hasilnya menunjukkan bahwa ketimpangan ekonomi tetap saja terjadi. Terbukti dengan terjadinya polarisasi, di mana distribusi pemilikan dan penguasaan sawah memperlihatkan ketimpangan ekonomi tetap saja terjadi. Ini terbukti dari kenyataan bahwa struktur pemilikan dan penguasaan sawah di desa penelitian mengalami proses polarisasi, di mana distribusi pemilikan dan penguasaan sawah memperlihatkan ketimpangan yang cukup tajam,
Proses terciptanya surplus dan muncuknya kekuasaan ekonomi itu telah menciptakan kelas-kelas ekonomi baru dalam masyarakat, yang pada gilirannya menjalar mempengaruhi kehidupan struktur sosial politik masyarakat desa,antaralain:
1)      konsolidasi tanah pertanian itu semula bertumpu dari perbedaan penguasaan sawah yang tak bisa dielakkan di antara anggota masyarakat desa. Sebagai sumber ekonomi terpenting bagi masyarakat desa.
2)      perubahan gaya hidup, sifat-sifat masyarakat pra kapitalis umumnya yang seringkali memperlakukan kekayaan sebagai ekspresi kehormatan sosial.                                         
3)      pelapisan sosial yang barumenumbuhkan mobilitas status mendorong kelas ekonomi kaya dan berkecukupan cenderung menduduki status sosial yang tinggi dan sebaliknya kelas ekonomi miskin cenderung menduduki tempat yang kurang terhormat atau berstatus rendah (r= 0,5631/ P= 0,000).
dimensi kekuasaan dalam masyarakat dalam menentukan distribusi surplus ekonomi masyarakat,antaralain:
a)      lembaga birokrasi desa sebagai arena oleh kelompok-kelompok ekonomi kaya untuk memperjuangkan kepentingan mereka. Pelaksanaan     program    pembangunan  pertanian  yang   bertumpu  pada  jalur kepemimpinan   formal    sangat memungkinkan tumbuh suburnya aliansi birokrasi dengan kelas ekonomi.
b)      konsolidasi kekuasaan ekonomi dengan berbagai tekanan untuk mendapatkan tanah tetap ada dan distribusi pemilikan serta penguasaan tanah tetap timpang walaupun pada dasarnya persebaran teknologi itu merata atau sama-sama menguntungkan baik petani bertanah luas maupun petani bertanah sempit.
c)       di dalam birokrasi desa untuk melayani kepentingan mereka secara organisatoris melalui lembaga birokrasi desa untuk melayani kepentingan mereka sendiri.
3.       Berbagai Pergeseran Pekerjaan
Factor-faktor yang mempengarui terjadinya Pergeseran Pekerjaan, antaralain:
a)      kebijakan pemerintah membangun sector non pertanian di pedesaan seperti proyek inpres desa,bangdes, proyek padat karya, dan berkembangnya kegiatan perdagangan di pedesaan
b)      kondisi-kondisi sosial ekonomi yang dibawa dari sector pertanian.
c)       Perbedaan penguasaan sumber ekonomi akan menentukan tinggi rendahnya kemampuan mengendalikan dan menguasai sumber ekonomi dalam pasar, yang selanjutnya menimbulkan perbedaan penguasaan sumber ekonomi luar pertanian,
d)      pengaruh ekonomi luar pertanian terhadap perekonomian rumah tangga petani.
propagasi
2
Bagaimana proses perubahan masyarakat desa terjadi karena factor pembangunan pertanian (revolusi hijau)? Uraikan  secara sistematis dan jelas.
Jawab ;
1)      konsolidasi tanah pertanian itu semula bertumpu dari perbedaan penguasaan sawah yang tak bisa dielakkan di antara anggota masyarakat desa. Sebagai sumber ekonomi terpenting bagi masyarakat desa.
2)      perubahan gaya hidup, sifat-sifat masyarakat pra kapitalis umumnya yang seringkali memperlakukan kekayaan sebagai ekspresi kehormatan sosial.
3)      pelapisan sosial yang barumenumbuhkan mobilitas status mendorong kelas ekonomi kaya dan berkecukupan cenderung menduduki status sosial yang tinggi dan sebaliknya kelas ekonomi miskin cenderung menduduki tempat yang kurang terhormat atau berstatus rendah (r= 0,5631/ P= 0,000).(devi yunita sari/155014100111021)

ANDIK PRASETYO           155040100111022

Pasca Revolusi Hijau di Pedesaan  Jawa Timur
Sejak pembangunan pertanian mulai digencarkan ke daerah pedesaan pada tahun 1970-an. Terdapat dua pandangan yang bertolak belakang satu sama lain dalam melihat bagaimana pembangunan pertanian mempengaruhi perubahan sosial di pedesaan jawa. Pandangan pertama melihat persebaran teknologi pertanian modern ke daerah pedesaan selama ini telah meningkatkan jumlah buruh tani tak bertanah sehingga mendorong terjadinya polarisasi sosial. Sebaliknya, pandangan kedua melihat persebaran teknologi pertanian modern justru telah menghasilkan pemerataan ekonomi sehingga tidak menimbulkan polarisasi. Melainkan justru memperbanyak subkelas petani dan mendorong pelipatgandaan lapisan petani dalam struktur berspektrum kontinum atau stratifikasi.
Teknologi, Surplus Produksi dan Konsolidasi Kekuasaan
Suatu Penelitian yang dilakukan di desa Bajang, sebuah desa pedalaman Jawa terletak di wilayah Kabupaten Ponorogo, Propinsi Jawa Timur. Pengawasan dan kendali dari pimpinan formal desa yang menaungi kelembagaan birokrasi selama ini menjadi wadah untuk menyalurkan program-program pembangunan pertanian. Namun kelembagaan birokrasi itu lambat laun akan menciptakan konsolidasi struktural sehingga lambat laun mempertajam kesenjangan masyarakat desa.
Penelitian ini menemukan kenyataan bahwa di atas jalur birokrasi yang efektif ternyata persebaran teknologi pertanian modern lebih bersifat netral-skala. Berbagai jenis teknologi dapat diterima dan dipergunakan secara merata oleh petani dari berbagai kategori luas usaha tani. kendati demikian persebaran teknologi bersifat netral skala tapi hasilnya menunjukkan bahwa ketimpangan ekonomi tetap saja terjadi. Ini terbukti dari kenyataan bahwa struktur pemilikan dan penguasaan sawah di desa penelitian mengalami polarisasi, di mana distribusi pemilikan dan penguasaan sawah memperlihatkan ketimpangan ekonomi tetap saja terjadi.
Teknologi pertanian modern merupakan jenis teknologi yang sangat efisien dan produktif. Persebaran yang berarti dari teknologi semacam ini akan mendorong kemajuan ekonomi dan menciptakan surplus ekonomi yang selanjutnya menumbuhkan kekuasaan ekonomi baru  yang mempengaruhi perubahan struktur masyarakat desa yang terjadi di desa penelitian ini bukanlah perkecualian. Terciptanya surplus dan muncuknya kekuasaan ekonomi itu telah menciptakan kelas-kelas ekonomi baru dalam masyarakat, yang pada gilirannya menjalar mempengaruhi kehidupan struktur sosial politik masyarakat desa. Ini terbukti dari kenyataan terjadinya proses konsolidasi kekuasaan ekonomi yang kurang lebih mengikuti urutan proses kejadian berikut. Pertama-tama konsolidasi tanah pertanian itu semula bertumpu dari perbedaan penguasaan sawah yang tak bisa dielakkan di antara anggota masyarakat desa
Selanjutnya peningkatan pendapatan ekonomi ini mempengaruhi berbagai kawasan atau dimensi kehidupan sosialMaka perilaku demikian akan membawa perubahan gaya hidup  dan menumbuhkan mobilitas status yang kemudian menjadi dasar bagi terbentuknya pelapisan sosial yang baruDi samping mengembangkan gaya hidup gengsi dan kehormatan sosial, peningkatan pendapatan ekonomi dapat pula menjadi sarana efektif untuk memperoleh kekuasaan pembagian uang dan kesejahteraan sangat menentukan jadi tidaknya seseorang menjadi orang berpangkat.
Kekuasaan dalam masyarakat akhirnya memegang peranan penting dalam menentukan distribusi surplus ekonomi masyarakatDi atas konsolidasi kekuasaan ekonomi bini kita saksikan berbagai tekanan untuk mendapatkan tanah tetap ada dan distribusi pemilikan serta penguasaan tanah tetap timpang walaupun pada dasarnya persebaran teknologi itu merata atau sama-sama menguntungkan baik petani bertanah luas maupun petani bertanah sempit.
Berbagai Pergeseran Pekerjaan
Perkembangan sumber ekonomi luar pertanian dapat menjadi tumpuan atau katub penyelamat bagi kelompok petani miskin yang telah tergeser dari pertanian sehingga bisa mencegah terjadinya polarisasi sosialbagaimanapun pergeseran pekerjaan ke luar pertanian itu sangatlah ditentukan oleh kondisi-kondisi sosial ekonomi yang dibawa dari sector pertanian. Pembanguna pertanian selama ini telah menempatkan kekuasaan ekonomi anggota masyarakat dalam ketimpangan yang cukup berarti. Hal itu akan menimbulkan pola pergeseran pekerjaan yang berbeda di antara berbagai kelas. Perbedaan itu terutama bersumber dari arti pentingnya penguasaan seseorang atas kekuasaan ekonomi dalam masyarakat. Perbedaan penguasaan sumber ekonomi akan menentukan tinggi rendahnya kemampuan mengendalikan dan menguasai sumber ekonomi dalam pasar, yang selanjutnya menimbulkan perbedaan penguasaan sumber ekonomi luar pertanian(ANDIK PRASETYO)

FITRIYAH                            155040100111023

Pasca Revolusi Hijau di Pedesaan  Jawa Timur
Sejak pembangunan pertanian pada tahun 1970-an, ada dua pandangan yang bertolak belakang dalam melihat pembangunan pertanian yang mempengaruhi perubahan sosial di pedesaan jawa. Pandangan pertamapersebaran teknologi pertanian modern ke daerah pedesaan selama ini meningkatkan jumlah buruh tani tak bertanah sehingga mendorong terjadinya polarisasi sosial. Pandangan kedua, persebaran teknologi pertanian modern justru telah menghasilkan pemerataan ekonomi sehingga tidak menimbulkan polarisasi. Melainkan justru memperbanyak subkelas petani dan mendorong pelipatgandaan lapisan petani dalam struktur berspektrum kontinum atau stratifikasi.
Teknologi, Surplus Produksi dan Konsolidasi Kekuasaan
Saat masa pasca revolusi hijau, desa di daerah Jawa  mengalami perubahan yang  disebabkan oleh proses birokratisasi dan kapitalisasi produksi pertanian ke dalam masyarakat. Program-program pembangunan pertanian disalurkan melalui kelembagaan birokrasi desa di bawah pengawasan pemimpin formal desa, dan mengakibatkan kesenjangan masyarakat desa.
Penelitian ini dilakukan di desa Bajang, di wilayah Kabupaten Ponorogo, Propinsi Jawa Timur. Desa ini termasuk “kejawen” atau “desa asli”,cirinya sebagai desa agraris dengan kepadatan penduduk yang sangat tinggi.
Desa ini memasuki pasca revolusi hijau karena menurut keterangan kepala desa, sejak tahun 1960-an sudah diperkenalkan program padi sentra dan program Bimas seperti bibit unggul, pupuk kimia dan pestisida yang semakin tersebar luas setelah program Inmas, insus, dan supra insus yang berjalan hingga sekarang. Dampak positifnya desa ini sudah banyak ditemui teknik-teknik produksi baru seperti, mesin perontok dan rice mills pada pasca panen. Penelitian ini menemukan kenyataan yang berbeda dengan pandangan, yaitu  jalur birokrasi pada persebaran teknologi pertanian modern lebih bersifat netral-skala. Tetapi bukan berarti terjadi pemerataan ekonomi, sebab pada penelitian ditemukan ketimpangan ekonomi. Ini terbukti pada struktur pemilikan dan penguasaan sawah mengalami polarisasi.
Persebaran dari teknologi akan mendorong kemajuan ekonomi dan menciptakan menciptakan kelas-kelas ekonomi baru dalam masyarakat sehingga akan mempengaruhi kehidupan struktur sosial politik masyarakat desa. Terbukti dari terjadinya proses konsolidasi kekuasaan ekonomi yang mengikuti urutan proses kejadian berikut.
                Pertama-tama konsolidasi tanah pertanian bertumpu dari perbedaan penguasaan sawah yang berpengaruh pada perbedaan pendapatan ekonomi rumahtangga. Petani yang menguasai sawah yang luas cenderung memperoleh hasil produksi yang besar dan sebaliknya. Selanjutnya menciptakan surplus ekonomi, sehingga mengembangkan perilaku konsumtif masyarakat. Sesuai dengan sifat-sifat masyarakat pra kapitalis yang memperlakukan kekayaan sebagai ekspresi kehormatan sosial dengan demikian akan membawa perubahan gaya hidup  dan menumbuhkan pelapisan sosial yang baruIni menyebabkan kelas ekonomi kaya dan berkecukupan cenderung menduduki status sosial yang tinggi dan sebaliknya. Selain itu peningkatan pendapatan ekonomi menjadi sarana efektif untuk memperoleh kekuasaan dalam menduduki lembaga di birokrasi desa. Dengan begitu menunjukkan bahwa masyarakat desa ternyata berwatak kapitalis. Jadi pelaksanaan     program    pembangunan  pertanian  yanpada  jalur kepemimpinan   formal    sangat memungkinkan tumbuh suburnya aliansi birokrasi dengan kelas ekonomi. Di atas terlihat konsolidasi kekuasaan ekonomi untuk mendapatkan tanah tetap ada dan distribusi pemilikan serta penguasaan tanah tetap timpang.
Berbagai Pergeseran Pekerjaan
                Masih ada faktor lain yaitu pengaruh ekonomi luar pertanian terhadap perekonomian rumah tangga petani sebab perkembangan sumber keonomi luar pertanian dapat menjadi penyelamat bagi kelompok petani miskin yang telah tergeser dari pertanian sehingga bisa mencegah terjadinya polarisasi sosialTetapi perlu diperhatikan, pergeseran pekerjaan ke luar pertanian itu ditentukan oleh kondisi-kondisi sosial ekonomi yang dibawa dari sector pertanian. Perbedaan penguasaan sumber ekonomi akan menentukan tinggi rendahnya kemampuan mengendalikan dan menguasai sumber ekonomi dalam pasar, yang selanjutnya menimbulkan perbedaan penguasaan sumber ekonomi luar pertanian.
NUR AZIZAH DYAHSARI 155040100111024

Pasca Revolusi Hijau di Pedesaan  Jawa Timur
1.      Pendahuluan
Sejak pembangunan pertanian tahun 1970 mulai di gencarkan, terdapat dua pandangan yang bertolak belakang satu sama lain dalam hal bagaimana pembangunan pertanian mempengaruhi perubahan social di pedesaan jawa. Pandangan pertama yaitu melihat perebaran teknologi pertanian modern ke daerah pedesaan selama ini telah meningkatkan jumlah buruh tani tak bertanah sehingga mendorong terjadinya polarisasi sosial. Sebaliknya, pandangan kedua melihat persebaran teknologi pertanian modern justru telah menghasilkan pemerataan ekonomi sehingga tidak menimbulkan polarisasi. Melainkan justru memperbanyak subkelas petani dan mendorong pelipatgandaan lapisan petani dalam struktur berspektrum kontinum atau stratifikasi.
Teknologi, Surplus Produksi dan Konsolidasi Kekuasaan
Masa pasca revolusi hijau, desa-desa di Jawa  umumnya telah mengalami perubahan yang disebabkan oleh semakin merasuknya proses birokratisasi dan kapitalisasi produksi pertanian ke dalam masyarakat desa dan yang di bawah pengawasan dan kendali langsung dari pemimpin formal desa. Sebagai akibatnya, tidak bisa dihindari kemajuan ekonomi yang ditimbulkannya  telah menciptakan konsolidasi struktural sehingga lambat laun mempertajam kesenjangan masyarakat desa.
Adanya hal tersebut maka dilakukan Penelitian ini dilakukan di desa Bajang, sebuah desa pedalaman Jawa terletak di wilayah Kabupaten Ponorogo, Propinsi Jawa Timur. Menurut Geertz, desa ini masuk dalam kawasan “kejawen” atau “desa asli” yang punya ciri sebagai desa agraris dengan kepadatan penduduk yang sangat tinggi.
Desa ini boleh dikatakan telah memasuki pasca revolusi hijau. Menurut keterangan kepala desa, sejak tahun 1960-an  bibit unggul, pupuk kimia dan pestisida sudah diperkenalkan kepada penduduk. Berkat teknologi modern tersebut sekarang di desa ini sudah banyak ditemui teknik-teknik produksi baru seperti, mesin perontok dan rice mills pada pasca panen.
Penelitian ini menemukan kenyataan lain bahwa di atas jalur birokrasi yang efektif ternyata persebaran teknologi pertanian modern lebih bersifat netral-skala. Berbagai jenis teknologi dapat diterima dan dipergunakan secara merata oleh petani dari berbagai kategori luas usaha tani. Bahkan dalam hal intesitasnya petani berlahan sempit lebih intensif dalam menggunakan teknologi dibanding petani berlahan luas.

Rata-rata Penggunaan Pupuk modern dan pestisida menurut golongan luas penguasaan sawah. Rumah tangga sampel di desa Bajang. 1988
Golongan Luas (hektar)
Penggunaan pupuk rata-rata per hektar
Penggunaan pestisida rata-rata per hektar
Urea (kg)
TSP (kg)
(liter)
<0,2
0,20- 0,50
>0,50
328,8
367,3
348,5
144,6
190,2
149,1
2,24
2,60
1,95

Penelitian ini menemukan bahwa meskipun persebaran teknologi bersifat netral skala tapi hasilnya menunjukkan bahwa ketimpangan ekonomi tetap saja terjadi. Terbukti dari kenyataan bahwa struktur pemilikan dan penguasaan sawah di desa penelitian mengalami polarisasi, di mana distribusi pemilikan dan penguasaan sawah memperlihatkan ketimpangan ekonomi.

Golongan Luas
Pemilikan
Penguasaan
Rumah tangga
Sawah
Rumah tangga
Sawah
0,00
0,01 – 0,20
0,21 – 0,50
0,51 – 1,00
>1,00
44,44
19,19
15,15
11,11
10,10
0
6,07
9,86
21,29
62,86
20,20
30,30
26,26
17,17
6,06
0
7,05
20,54
34,67
37,73
Presentase distribusi pemilikan dan penguasaan sawah rumahtangga sampel desa bajang. 1988.
Sumber : data primer
Catatan : Indeks gini pemilikan sawah 0,759
    Indeks gini penguasaan sawah 0,672
Hal ini bisa dijelaskan sebagai konsekuensi logis dari menigkatnya surplus produksi dan terjadinya penyesuaian-penyesuaian struktural sebagai akibat dari perluasan pemakaian teknologi pertanian modern.
Terciptanya surplus dan muncuknya kekuasaan ekonomi itu telah menciptakan kelas-kelas ekonomi baru dalam masyarakat, yang pada gilirannya menjalar mempengaruhi kehidupan struktur sosial politik masyarakat desa. Ini terbukti dari kenyataan terjadinya proses konsolidasi kekuasaan ekonomi yang kurang lebih mengikuti urutan proses kejadian berikut.
Pertama-tama konsolidasi tanah pertanian itu semula bertumpu dari perbedaan penguasaan sawah yang tak bisa dielakkan di antara anggota masyarakat desa. Petani yang menguasai sawah yang luas cenderung memperoleh hasil produksi yang besar. Sementara petani yang menguasai sawah sempit memperoleh hasil ekonomi yang relative sedikit (r= 0,7132/P = 0,000). Selanjutnya peningkatan pendapatan ekonomi ini mempengaruhi berbagai kawasan atau dimensi kehidupan sosial.
Penelitian ini menemukan bahwa sarana ekonomi seseorang dapat digunakan untuk memperoleh kesempatan duduk dalam lembaga birokrasi desa. Dalam hal pemilihan kepala desa menunjukkan nahwa sistem pembagian uang dan kesejahteraan sangat menentukan jadi tidaknya seseorang menjadi kepala desa. Ada semacam persyaratan tak tertulis bahwa sang kepala desa yang sekarang terpilih sangat dimungkinkan    karena    mampu    bersikap    royal   dengan   membagi    uang    dan kesejahteraan, sehingga mempunyai peluang yang besar untuk dipilih. Penerimaan anggota masyarakat terhadap aturan main demikian menunjukkan bahwa masyarakat desa ternyata berwatak kapitalis. Sementara kelas ekonomi rendah cenderung memiliki jabatan yang rendah atau tidak menjabat sama sekali. Disini lembaga birokrasi desa telah dijadikan arena oleh kelompok-kelompok ekonomi kaya untuk memperjuangkan kepentingan mereka. Pelaksanaan     program    pembangunan  pertanian  yang   bertumpu  pada  jalur kepemimpinan   formal    sangat memungkinkan tumbuh suburnya aliansi birokrasi dengan kelas ekonomi.
Berbagai Pergeseran Pekerjaan
Untuk mengetahui perubahan masyarakat desa Jawa sekarang apakah menuju ke polarisasi harus hati-hati sebab masih ada faktor lain yang belum diperhitungkan yaaitu pengaruh ekonomi luar pertanian terhadap perekonomian rumah tangga petani. Ini penting karena perkembangan sumber keonomi luar pertanian dapat menjadi tumpuan atau katub penyelamat bagi kelompok petani miskin yang telah tergeser dari pertanian sehingga bisa mencegah terjadinya polarisasi sosial.
Tetapi penting untuk diperhatikan, bagaimanapun pergeseran pekerjaan ke luar pertanian itu sangatlah ditentukan oleh kondisi-kondisi sosial ekonomi yang dibawa dari sector pertanian.

LAILATUL QOMARIYA 155040100111025

“Pasca Revolusi Hijau di Pedesaan  Jawa Timur
Lambang Triyono”
Sejak pasca revolusi hijau, desa-desa di daerah Jawa mulai mengalami perubahan yang mendalam yang diakibatkan oleh semakin merasuknya proses birokratisasi dan kapitalisasi produksi pertanian ke dalam masyarakat desa. Seperti halnya di desa Bajang, sebuah desa pedalaman Jawa terletak di wilayah Kabupaten Ponorogo, Propinsi Jawa Timur.  Sejak tahun 1960-an di desa ini bibit unggul, pupuk kimia dan pestisida sudah diperkenalkan kepada  penduduk. Ketiga jenis teknologi tersebut semakin tersebar luas setelah dilaksanakannya program Inmas, insus, dan supra insus yang berjalan hingga sekarang.   Berkat teknologi modern tersebut sekarang di desa  ini sudah banyak ditemui teknik-teknik produksi baru seperti, mesin perontok dan rice mills pada pasca panen. Secara akumulatif, semua itu telah memperbesar skala perubahan masyarakat desa menjadi semakin meluas dan dinamis.
Persebaran teknologi pertanian modern yang terdapat  di Desa Bajang lebih bersifat netral-skala. Berbagai jenis teknologi dapat diterima dan dipergunakan secara merata oleh petani dari berbagai kategori luas usaha tani. Meskipun demikian, struktur pemilikan dan penguasaan sawah di desa ini mengalami polarisasi, di mana distribusi pemilikan dan penguasaan sawah  memperlihatkan ketimpangan ekonomi yang masih tetap saja terjadi.
Petani pemilik  sawah yang luas cenderung memperoleh hasil produksi yang berlimpah. Sementara petani yang menguasai sawah sempit  memperoleh hasil ekonomi yang relative sedikit. Selanjutnya peningkatan pendapatan ekonomi ini  akan membawa perubahan gaya hidup kehormatan sosial.3 Maka perilaku demikian akan membawa perubahan gaya hidup  dan menumbuhkan mobilitas status yang kemudian menjadi dasar bagi terbentuknya pelapisan sosial yang baru. Akibatnya orang-orang yang berada pada kelas ekonomi kaya dan berkecukupan cenderung menduduki status social yang tinggi dan sebaliknya orang-orang pada kelas ekonomi  miskin cenderung menduduki tempat yang kurang terhormat atau berstatus rendah.
Faktanya sarana ekonomi seseorang juga dapat digunakan untuk memperoleh kesempatan duduk dalam lembaga birokrasi desa. Seperti  dalam hal pemilihan kepala desa menunjukkan nahwa sistem pembagian uang dan kesejahteraan sangat menentukan jadi tidaknya seseorang menjadi kepala desa. Sampai disini kita menyaksikan dimensi kekuasaan dalam masyarakat akhirnya memegangperanan penting dalam menentukan distribusi surplus ekonomi masyarakat.
Dari uraian diatas kita tidak bias langsung meenyatakan bahwa perubahan masyarakat desa Jawa sekarang menuju ke polarisasi. Karena ada factor lain yang harus diperhitungkan yaitu pengaruh ekonomi luar pertanian terhadap perekonomian rumah tangga petani. Ini penting karena perkembangan sumber keonomi luar pertanian dapat menjadi tumpuan  atau katub penyelamat bagi kelompok petani miskin yang telah tergeser dari pertanian sehingga bisa mencegah terjadinya polarisasi sosial.
Tetapi penting untuk diperhatikan, bagaimanapun pergeseran pekerjaan ke luar pertanian itu sangatlah ditentukan oleh kondisi-kondisi sosial ekonomi yang dibawa dari sector pertanian.  Kondisi-kondisi social ekonomi tersebut  terutama bersumber dari arti pentingnya penguasaan seseorang atas kekuasaan ekonomi dalam masyarakat. Perbedaan penguasaan sumber ekonomi akan menentukan tinggi rendahnya  kemampuan mengendalikan dan menguasai sumber ekonomi dalam pasar, yang selanjutnya  menimbulkan perbedaan penguasaan sumber ekonomi luar pertanian,

MAULINA PRAMESTI      155040101111001

Pasca Revolusi Hijau di Pedesaan  Jawa Timur
Sejak pembangunan pertanian mulai digencarkan ke daerah pedesaan pada tahun 1970-an. Terdapat dua pandangan yang bertolak belakang satu sama lain dalam melihat bagaimana pembangunan pertanian mempengaruhi perubahan sosial di pedesaan jawa. Pandangan pertama melihat persebaran teknologi pertanian modern ke daerah pedesaan selama ini telah meningkatkan jumlah buruh tani tak bertanah sehingga mendorong terjadinya polarisasi sosial. Sebaliknya, pandangan kedua melihat persebaran teknologi pertanian modern justru telah menghasilkan pemerataan ekonomi sehingga tidak menimbulkan polarisasi. Melainkan justru memperbanyak subkelas petani dan mendorong pelipatgandaan lapisan petani dalam struktur berspektrum kontinum atau stratifikasi.

Teknologi, Surplus Produksi dan Konsolidasi Kekuasaan

Pada masa pasca revolusi hijau dilakukan Penelitian di desa Bajang, sebuah desa pedalaman Jawa terletak di wilayah Kabupaten Ponorogo, Propinsi Jawa Timur. Tepatnya, desa ini terletak di 14 kilometer sebelah Selatan kota Ponorogo. Apabila diletakkan dalam pembagian wilayah menurut Geertz, desa ini masuk dalam kawasan “kejawen” atau “desa asli” yang punya ciri sebagai desa agraris dengan kepadatan penduduk yang sangat tinggi.

Dilihat dari kemajuan pertaniannya, desa ini boleh dikatakan telah memasuki pasca revolusi hijau. Menurut keterangan kepala desa, sejak tahun 1960-an (lewat sudah diperkenalkan program padi sentra dan program Bimas) bibit unggul, pupuk kimia dan pestisida sudah diperkenalkan kepada penduduk. Ketiga jenis teknologi tersebut semakin tersebar luas setelah dilaksanakannya program Inmas, insus, dan supra insus yang berjalan hingga sekarang. Berkat teknologi modern tersebut sekarang di desa ini sudah banyak ditemui teknik-teknik produksi baru seperti, mesin perontok dan rice mills pada pasca panen. Secara akumulatif, semua itu telah memperbesar skala perubahan masyarakat desa menjadi semakin meluas dan dinamis.

Berbeda dengan kedua pandangan di muka, penelitian ini menemukan kenyataan bahwa di atas jalur birokrasi yang efektif ternyata persebaran teknologi pertanian modern lebih bersifat netral-skala. Berbagai jenis teknologi dapat diterima dan dipergunakan secara merata oleh petani dari berbagai kategori luas usaha tani. Bahkan dalam hal intesitasnya petani berlahan sempit lebih intensif dalam menggunakan teknologi dibanding petani berlahan luas.
Meskipun demikian, bukan berarti terjadi pemerataan ekonomi. Penelitian ini menemukan, bahwa kendati persebaran teknologi bersifat netral skala tapi hasilnya menunjukkan bahwa ketimpangan ekonomi tetap saja terjadi. Ini terbukti dari kenyataan bahwa struktur pemilikan dan penguasaan sawah di desa penelitian mengalami polarisasi, di mana distribusi pemilikan dan penguasaan sawah memperlihatkan ketimpangan ekonomi tetap saja terjadi.
Teknologi pertanian modern merupakan jenis teknologi yang sangat efisien dan produktif. Persebaran yang berarti dari teknologi semacam ini akan mendorong kemajuan ekonomi dan menciptakan surplus ekonomi yang selanjutnya menumbuhkan kekuasaan ekonomi baru  yang mempengaruhi perubahan struktur masyarakat desa yang terjadi di desa penelitian ini bukanlah perkecualian. Terciptanya surplus dan muncuknya kekuasaan ekonomi itu telah menciptakan kelas-kelas ekonomi baru dalam masyarakat, yang pada gilirannya menjalar mempengaruhi kehidupan struktur sosial politik masyarakat desa.

Pertama-tama konsolidasi tanah pertanian itu semula bertumpu dari perbedaan penguasaan sawah yang tak bisa dielakkan di antara anggota masyarakat desa. Petani yang menguasai sawah yang luas cenderung memperoleh hasil produksi yang besar. Sementara petani yang menguasai sawah sempit memperoleh hasil ekonomi yang relative sedikit. Selanjutnya peningkatan pendapatan ekonomi ini mempengaruhi berbagai kawasan atau dimensi kehidupan sosial. Meningkatnya pendapatan sebagai akibat kemajuan teknologi yang dinamis kemudian menciptakan surplus ekonomi sehingga mengembangkan perilaku ekonomi masyarakat untuk mengkonsumsi benda-benda materi di luar kebutuhan konsumsi pokokMaka perilaku demikian akan membawa perubahan gaya hidup  dan menumbuhkan mobilitas status yang kemudian menjadi dasar bagi terbentuknya pelapisan sosial yang baru. Hal ini mendorong kelas ekonomi kaya dan berkecukupan cenderung menduduki status sosial yang tinggi dan sebaliknya kelas ekonomi miskin cenderung menduduki tempat yang kurang terhormat atau berstatus rendah. Di samping mengembangkan gaya hidup gengsi dan kehormatan sosial, peningkatan pendapatan ekonomi dapat pula menjadi sarana efektif untuk memperoleh kekuasaan.
Penelitian ini menemukan bahwa sarana ekonomi seseorang dapat digunakan untuk memperoleh kesempatan duduk dalam lembaga birokrasi desa. Dalam hal pemilihan kepala desa menunjukkan nahwa sistem pembagian uang dan kesejahteraan sangat menentukan jadi tidaknya seseorang menjadi kepala desa. Ada semacam persyaratan tak tertulis bahwa sang kepala desa yang sekarang terpilih sangat dimungkinkan    karena    mampu    bersikap    royal   dengan   membagi    uang    dan kesejahteraan, sehingga mempunyai peluang yang besar untuk dipilih. Sampai disini kita menyaksikan dimensi kekuasaan dalam masyarakat akhirnya memegang peranan penting dalam menentukan distribusi surplus ekonomi masyarakat. Di atas konsolidasi kekuasaan ekonomi bini kita saksikan berbagai tekanan untuk mendapatkan tanah tetap ada dan distribusi pemilikan serta penguasaan tanah tetap timpang walaupun pada dasarnya persebaran teknologi itu merata atau sama-sama menguntungkan baik petani bertanah luas maupun petani bertanah sempit.

Berbagai Pergeseran Pekerjaan
Pergeseran pekerjaan ke luar pertanian itu sangatlah ditentukan oleh kondisi-kondisi sosial ekonomi yang dibawa dari sector pertanian. Pembanguna pertanian selama ini telah menempatkan kekuasaan ekonomi anggota masyarakat dalam ketimpangan yang cukup berarti. Berpijak dari kondisi demikian maka sangat dimungkinkan hal itu akan menimbulkan pola pergeseran pekerjaan yang berbeda di antara berbagai kelas. Perbedaan itu terutama bersumber dari arti pentingnya penguasaan seseorang atas kekuasaan ekonomi dalam masyarakat. Perbedaan penguasaan sumber ekonomi akan menentukan tinggi rendahnya kemampuan mengendalikan dan menguasai sumber ekonomi dalam pasar, yang selanjutnya menimbulkan perbedaan penguasaan sumber ekonomi luar pertanian.


TUGAS PROPAGASI
1.Dimensi apa saja (cultural, structural, interaksional) yang mengalami perubahan  karena pembangunan pertanian (revolusi hijau)?.Jelaskan!
Jawab
A. Dimensi struktural mengacu kepada perubahan-perubahan dalam bentuk struktural masyarakat, menyangkut perubahan dalam peranan, munculnya peranan baru, perubahan dalam struktural kelas sosial dan perubahan lembaga sosial. Perubahan tersebut meliputi: 
1. Bertambah dan berkurangnya kadar peranan.
2. Menyangkut aspek perilaku dan kekuasaan.
3. Adanya peningkatan atau penurunan sejumlah peranan atau pengkategorian peranan. 
4. Terjadinya pergeseran dari wadah atau kategori peranan.
5. Terjadinya modifikasi saluran komunikasi di antara peranan-peranan atau kategori peranan. 
6. Terjadinya  perubahan  dari  sejumlah  tipe  dan  daya  guna  fungsi  sebagai akibat dari struktur.

B.  Dimensi kultural mengacu kepada perubahan kebudayaan dalam masyarakat, seperti adanya penemuan (discovery) dalam berpikir (ilmu pengetahuan), pembaruan hasil (invention) teknologi, kontak dengan kebudayaan lain yang menyebabkan terjadinya difusi dan peminjaman kebudayaan. Kesemuaannya itu meningkatkan adanya integrasi unsur-unsur baru kedalam kebudayaan.. Perubahan ini meliputi: inovasi kebudayaan, difusi dan integrasi.
C.Dimensi interaksional Dimensi  interaksional  mengacu  pada  adanya  perubahan  hubungan  sosial dalam masyarakat meliputi: Perubahan dalam frekuensi, Perubahan dalam jarak social,  Perubahan perantara, Perubahan dari aturan atau pola-pola, dan Perubahan dalam bentuk interaksi. (Lailatul Qomaria)

2
Bagaimana proses perubahan masyarakat desa terjadi karena factor pembangunan pertanian (revolusi hijau)? Uraikan  secara sistematis dan jelas.
Jawab ;
1)      konsolidasi tanah pertanian itu semula bertumpu dari perbedaan penguasaan sawah yang tak bisa dielakkan di antara anggota masyarakat desa. Sebagai sumber ekonomi terpenting bagi masyarakat desa.
2)      perubahan gaya hidup, sifat-sifat masyarakat pra kapitalis umumnya yang seringkali memperlakukan kekayaan sebagai ekspresi kehormatan sosial.
3)      pelapisan sosial yang barumenumbuhkan mobilitas status mendorong kelas ekonomi kaya dan berkecukupan cenderung menduduki status sosial yang tinggi dan sebaliknya kelas ekonomi miskin cenderung menduduki tempat yang kurang terhormat atau berstatus rendah (r= 0,5631/ P= 0,000).(devi yunita sari/155014100111021)

3
Bagaimana arah perubahan social yang terjadi akibat pembangunan pertanian (revolusi hijau) tersebut? Uraikan  secara sistematis dan jelas.
 Pada masa pasca revolusi hijau teknologi sudah berkembang sehingga sudah banyak ditemui teknik-teknik produksi baru. Ini menyebabkan terjadinya ketimpangan ekonomi sehingga memunculkan kekuasaan ekonomi yang menciptakan kelas-kelas ekonomi baru dalam masyarakat. Ini terbukti dari kenyataan terjadinya proses konsolidasi kekuasaan ekonomi yang kurang lebih mengikuti urutan proses kejadian berikut:
Pertama-tama terjadi konsolidasi tanah pertanian yang berpengaruh pada perbedaan pendapatan ekonomi rumahtangga. Petani yang menguasai sawah yang luas cenderung memperoleh hasil produksi yang besar dan sebaliknya, sehingga mengembangkan perilaku konsumtif masyarakat. Sesuai dengan sifat-sifat masyarakat pra kapitalis yang memperlakukan kekayaan sebagai ekspresi kehormatan sosial dengan demikian akan membawa perubahan gaya hidup  dan menumbuhkan pelapisan sosial yang baru. Selain itu peningkatan pendapatan ekonomi menjadi sarana efektif untuk memperoleh kekuasaan dalam menduduki lembaga di birokrasi desa. (FITRIYAH 155040100111023) 

4. Sebutkan dan jelaskan dampak positif dan negative dari pembangunan pertanian (revolusi hijau) tersebut.
jawaban :
Dampak negatif :
a. Pengaruh ekonomi uang di dalam berbagai hubungan sosial di daerah pedesaan makin kuat.
b. Ketergantungan pada pupuk kimia dan cat kimia pembasmi hama juga berdampak pada tingginya biaya produksi yang harus ditanggung petani.
c . Sistem bagi hasil mengalami perubahan. Sistem panen secara bersama-sama pada masa sebelumnya mulai digeser oleh sistem upah. Pembeli memborong seluruh hasil dan biasanya menggunakan sedikit tenaga kerja. Akibatnya kesempatan kerja di pedesaan menjadi berkurang.
d.Peningkatan produksi pangan tidak diikuti oleh pendapatan petani secara keseluruhan karena penggunaan teknologi modern hanya dirasakan oleh petani kaya.
e. Munculnya kesenjangan sosial antara petani kaya dan miskin akibat perbedaan ekonomi.
f. Sistem kekerabatan pada masing-masing lapisan masyarakat mulai memudar.
g. Masyarakat memiliki budaya industri yang berupa budaya konsumtif.
h. Munculnya kesengajaan ekonomi yang nampak dari adanya kemiskinan, kemelaratan, tingkat kriminalitas yang tinggi, dan kenakalan remaja.
Dampak positif 
1. Menyebabkan munculnya tanaman jenis unggul berumur pendek, sehingga intensitas penanaman pertahun menjadi bertambah dari satu kali menjadi dua kali atau lima kali per dua tahun. Akibatnya, tenaga kerja yang dibutuhkan lebih banyak.
2. Dapat meningkatkan pendapatan petani. Dengan paket teknologi, biaya produksi memang bertambah. Namun, tingkat produksi yang dihasilkan akan memberikan sisa keuantungan jauh lebih besar daripada keuntungan dalam usaha pertanian tradisional.
3. Dapat merangsang kesadaran petani dan masyarakat pada umumnya akan pentingnya teknologi.
4. Merangsang dinamika ekonomi masyarakat, arena dengan hasil yang melimpah akan melahirkan pertumbuhan ekonomi yang meningkat pula di masyarakat.
5. Lapangan pekerjaan, khususnya pertanian lebih terbuka.
6. Lahan pertanian menjadi luas.
7. Pendapatan para petani mengalami peningkatan, tercapainya efisiensi, dan efektivitas dalam pengelolaan pertanian.
8. Peningkatan kualitas hasil pertanian.
9. Peningkatan kualitas hasil produksi dan penjualan hasil pertanian.
(Nur Azizah D. 155040100111024)


Tidak ada komentar:

Posting Komentar